Dear Calon Imam,
Di Bumi Allah
AKU YANG DULU, mungkin teramat jauh dari kata sempurna. Bahkan, bisa
dikata, begitu ingkar pada agamanya. Hal-hal yang menyenangkan saja yang
dikerjakan meski semua itu adalah larangan, mungkin aku sempat berpikir
masa bodoh. Hati terlalu nyaman dan terbuai dengan kenikmatan dunia,
hingga yang namanya bergonta-ganti pacar mungkin sudah biasa. Bahkan,
bila tidak melakukannya akan dibilang kolot, tak gaul, kampungan atau
semacamnya yang membuat telinga panas bila tidak mengikutinya.
Tapi bila saat ini aku selangkah meninggalkannya, dengan membawa hati
yang baru, sudikah kau menerimaku tanpa melihat masa lalu pada diriku?
Sanggupkah kau membuka hatimu untuk seorang yang tak punya apa-apa
kecuali perbaikan diri sebagai modal keyakinan menjalani hidup yang
lebih baik? Coba tanyakan pada hatimu, apakah hanya tersisa ruang untuk
orang baik yang kau tunggu? Tak adakah kesempatan pada seorang yang
berusaha baik untuk menetapi agamanya? Berusaha setulus mungkin
menjadikan dirimu labuhan terakhir untuk membangun mahligai keromantisan
penuh kehalalan. Tak ada niatan untuk menyakitimu. Tak ada penilaian
akan siapa dirimu. Hanya saja, satu impian yang kupunya: menyempurnakan
separuh agama bersamamu.
Shinta Cahyadi,