Senin, 30 November 2015

Benarkah Seseorang Mendapat Adzab Kubur Karena Tangisan Keluarganya?

Zahir hadits menunjukkan bahwa setiap mayit diadzab dengan tangan keluarganya, namun bukan adzab berupa hukuman, karena ia dalam hal ini tidak melakukan suatu dosa sehingga patut dihukum 

 

Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
Soal: 
Benarkah mayit mendapatkan adzab kubur karena tangisan keluarganya?
Jawab:
Itu benar, mayit mendapatkan adzab kubur karena tangisan keluarganya, karena hal ini shahih dari Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam[1]. Namun para ulama rahimahumullah berbeda pendapat mengenai maksud hadits tersebut.
  • Sebagian ulama memaknai bahwa yang dimaksud hadits adalah orang kafir.
  • Sebagian ulama juga memaknai bahwa maksudnya adalah orang yang mewasiatkan kepada keluarganya untuk menangisinya setelah wafat.
  • Sebagian ulama juga memaknai bahwa maksudnya adalah seorang yang mengetahui bahwa keluarganya akan meratapinya setelah wafatnya, namun ia tidak melarangnya dari perbuatan tersebut semasa hidupnya karena ia memang ridha untuk diratapi. Dan diamnya ia merupakan pertanya dari keridhaannya tersebut. Dan keridhaan terhadap perbuatan munkar itu semisal dengan perbuatan kemungkaran.
Inilah tiga tafsiran para ulama mengenai hadits ini.
Namun (menurutku) semua tafsiran ini tidak sesuai dengan zahir hadits. Karena dalam hadits tidak ada makna demikian. Zahir hadits menunjukkan bahwa setiap mayit diadzab dengan tangan keluarganya, namun bukan adzab berupa hukuman, karena ia dalam hal ini tidak melakukan suatu dosa sehingga patut dihukum. Namun adzab yang dirasakan merupakan penderitaan dan kesedihan hati karena tangisan tersebut. Penderitaan dan kesedihan hati tidak melazimkan hukuman.
Tidakkah engkau lihat sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam tentang safar:
أنه قطعة من العذاب
ia adalah sepotong adzab
Padahal safar bukanlah hukuman dan bukan pula adzab. Namun yang dimaksud adalah kegalauan, kesusahan dan kegelisahan jiwa.
Demikian juga adzab bagi mayit di kuburnya dalam hal ini termasuk jenis tersebut. Yaitu, mayit merasakan penderitaan dan kesusahan, walaupun itu bukan merupakan hukuman atas dosa yang ia lakukan.
***
Catatan kaki
[1] Yang dimaksud beliau adalah hadits:
إنَّ الميِّتَ يُعذَّبُ في قبرِه ببكاءِ أهلِه عليه
sesungguhnya mayit diadzab di dalam kuburnya karena tangisan keluarganya kepadanya” (HR. Bukhari – Muslim).
___
Sumber: http://islamancient.com/play.php?catsmktba=5129
Penerjemah: Yulian Purnama
Artikel Muslimah.or.id

Kamis, 26 November 2015

=>DILARANG BERMUSUHAN<=

Tag teman kamu untuk diingatkan yaa ;)

Salah satu diantara prinsip yg diajarkan dan ditekankan dalam islam adalah menjaga persaudaraan sesama muslim.

Karena itu, Allah memotivasi agar kaum muslimin berupaya menjadikan muslim yang lain sebagaimana layaknya saudara.
.
"Sesungguhnya hanya kaum muslimin yang bersaudara. Karena itu, berupayalah memperbaiki hubungan antar kedua saudara kalian..." (QS. Al Hujurat : 10)

Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidak halal bagi seorang muslim untuk tidak menyapa saudaranya lebih dari 3 hari." (HR. Bukhari 6237 dan Muslim 2560)

Ada 3 ancaman bagi orang yang mendiamkan sesama muslim tanpa aturan yang benar :
✔ Sebab Tertahannya Amal
✔ Ancaman Neraka jika belum damai sampai mati
✔ Mendiamkan selama setahun sama dengan membunuhnya
.
"Siapa yang mendiamkan saudaranya setahun, dia seperti menumpahkan darahnya." (HR. Ahmad no. 17935, Abu Daud no. 4915)

Wallahu a'lam

Sumber : konsultasisyariah.com
Oleh : Ust. Ammi Nur Baits
Via @initial_k.art

Jangan Lupakan Membaca Surat Al Kahfi di Hari Jum’at

Barangsiapa yang membaca surat Al Kahfi pada hari Jum’at, dia akan disinari cahaya di antara dua Jum’at.” (HR. An Nasa’i dan Baihaqi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaimana dalam Shohihul Jami’ no. 6470)

Alhamdulillahi robbil ‘alamin. Allahumma sholli ‘ala nabiyyina Muhammad, wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Betapa banyak orang lalai dari amalan yang satu ini ketika malam Jum’at atau hari Jum’at, yaitu membaca surat Al Kahfi. Atau mungkin sebagian orang belum mengetahui amalan ini. Padahal membaca surat Al Kahfi adalah suatu yang dianjurkan (mustahab) di hari Jum’at karena pahala yang begitu besar sebagaimana berita yang dikabarkan oleh orang yang benar dan membawa ajaran yang benar yaitu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hadits-hadits yang membicarakan hal ini kami bawakan sebagian pada posting yang singkat ini. Semoga bermanfaat.
Hadits pertama:
مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيقِ
Barangsiapa yang membaca surat Al Kahfi pada malam Jum’at, dia akan disinari cahaya antara dia dan Ka’bah.” (HR. Ad Darimi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaimana dalam Shohihul Jami’ no. 6471)
Hadits kedua:
مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ فِى يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ
Barangsiapa yang membaca surat Al Kahfi pada hari Jum’at, dia akan disinari cahaya di antara dua Jum’at.” (HR. An Nasa’i dan Baihaqi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaimana dalam Shohihul Jami’ no. 6470)
Inilah salah satu amalan di hari Jum’at dan keutamaan yang sangat besar di dalamnya. Akankah kita melewatkan begitu saja [?]
Semoga Allah selalu memberikan kita ilmu yang bermanfaat dan dimudahkan untuk beramal sholeh sesuai tuntunan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shollallahu ‘ala nabiyyiina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

***

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel http://rumasyho.com


Panggang, Gunung Kidul, 16 Shofar 1430 H
Yang selalu mengharapkan ampunan dan rahmat Rabbnya
Shinta Cahyadi

Rabu, 25 November 2015

Mengucapkan Cerai Kepada Istri Dengan Maksud Bercanda

Apa hukum bermain-main mengucapkan kata cerai? Jika seorang suami bercanda dengan istrinya lalu mengatakan: "saya cerai kamu", namun ia mengatakan demikian bukan untuk cerai sungguhan, bagaimana? 

xhindari-perceraian.jpg.pagespeed.ic.zRi1GbMNv- 

Fatwa Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan
Soal:
Apa hukum bermain-main mengucapkan kata cerai? Jika seorang suami bercanda dengan istrinya lalu mengatakan: “saya cerai kamu”, namun ia mengatakan demikian bukan untuk cerai sungguhan, bagaimana?
Jawab:
Jika mengucapkan kata “cerai”, maka telah jatuh talak. Kecuali jika ia mengucapkannya ketika hilang akalnya, atau ketika sangat marah sampai tidak sadar apa yang diucapkan, maka tidak jatuh talak.
Adapun jika akalnya sehat, lalu mengucapkan kata “cerai”, maka jatuh talak. Walaupun itu dalam rangka bercanda atau main-main. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
ثَلَاثٌ جِدُّهُنَّ جِدٌّ ، وَهَزْلُهُنَّ جِدٌّ ، النِّكَاحُ ، وَالطَّلَاقُ ، وَالرَّجْعَةُ
tiga hal yang seriusnya dianggap serius, dan bercandanya dianggap serius: nikah, talak, dan ruju’” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, ia berkata: “hasan gharib”).
***
Sumber: http://www.alfawzan.af.org.sa/node/15967
Penerjemah: Yulian Purnama
Artikel Muslimah.or.id

 


BATALKAH SHALAT JIKA KENTUT DARI KEMALUAN?

Pertanyaan : Bagaimana hukumnya angin yang keluar dari kemaluan (vagina) seorang wanita? Apakah angin tersebut membatalkan wudhu dan sholat?
Jawaban : Keluarnya angin dari kemaluan wanita atau sering disebut dengan kentut dari “depan”, biasanya terjadi pada wanita yang sudah bersuami dan pernah melahirkan.
Dari segi medis, kentut dari vagina sering disebut dengan flatus vaginalis atau vaginal flatulence. Tapi, angin yang keluar dari vagina ini berbeda dengan kentut pada umumnya. Kentut dari vagina ini tidak bau, namun jika kentut tersebut disertai bau seperti bau busuknya kentut dari anus, maka ini adalah kondisi yang sangat serius. 
Kondisi kentut dari vagina ini sebenarnya jarang sekali terjadi jika tidak dalam keadaan sedang atau setelah berhubungan seksual. Kalaupun angin keluar dari vagina, biasanya dalam keadaan sedang merentangkan paha, posisi sujud yang salah, dsb. Akan tetapi, pada beberapa kondisi tertentu—dimana kondisi ini hanya bisa dijelaskan oleh pakar medis—- ada pula wanita yang masih gadis atau belum pernah berhubungan seksual dan belum pernah melahirkan, mengalami flatus vaginalis ini. Jika Anda ingin mengetahui penjelasannya secara medis, saya sarankan untuk datang ke dokter ahli, agar permasalahan ini ditangani oleh ahlinya langsung.
Apakah kentut ini membatalkan wudhu dan sholat?
Dan karena sifat angin ini berbeda dengan kentut yang keluar dari anus, maka Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin menjawab,
“Yang demikian ini tidak membatalkan wudhu, karena angin tersebut tidak keluar dari tempat najis seperti angin yang keluar dari dubur,”. (Fatawa wa rasail Syaikh ibn Utsaimin (4/197)).
Jadi, secara Fiqih, hukum kentut dari kemaluan ini tidaklah membatalkan wudhu dan sholat. Anda masih boleh dan harus tetap sholat atau beribadah lainnya meski Anda kentut dari vagina.
Lalu bagaimana dengan “sering merasa kentut” atau was-was “apakah aku tadi kentut atau tidak?”
Sesungguhnya keragu-raguan dan rasa was-was itu datangnya dari syaithan. Maka keraguan dan rasa was-was itu harus kita buang jauh-jauh. Dinamakan kentut apabila gas yang keluar (tempat keluarnya adalah anus) itu memiliki 3 sifat atau salah satu dari 3 sifat berikut, yaitu berbunyi, berbau, dan dirasakan keluarnya. Jika tidak ada salah satu dari sifat berikut ini, maka Anda tetap harus shalat dan wudhu tidak batal. Itu berarti Anda dilanda rasa was-was. Maka mantapkan hati Anda, dan jangan turuti hal-hal yang demikian. Biidznillah, jika Anda tidak mengikuti rasa was-was yang datangnya dari syaithan ini, maka insya Allah lama-kelamaan perasaan was-was ini akan hilang dengan sendirinya. Awalnya sulit, saya yakin, ada godaan untuk segera membatalkan sholat dan kembali mengambil air wudhu baru. Akan tetapi, rasa was-was dalam diri Anda hanya Anda yang dapat mengobatinya.
Wallahu a’lam.

Note : Artikel ini juga dapat Anda baca di www.rumahbunda.com pada pembahasan Fiqh For Women oleh penulis yang sama (dengan pengubahan judul dan jawaban tambahan). 

Pakai Jilbab Lebar, Namun Masih Termasuk Tabarruj

Tujuan disyariatkannya jilbab bagi perempuan adalah untuk menutupi perhiasan dan kecantikan mereka ketika mereka berada di luar rumah atau di hadapan laki-laki yang bukan suami atau mahramnya 

Tujuan disyariatkannya jilbab bagi perempuan adalah untuk menutupi perhiasan dan kecantikan mereka ketika mereka berada di luar rumah atau di hadapan laki-laki yang bukan suami atau mahramnya.
Oleh karena itu, tidak diragukan lagi, wanita yang keluar rumah memakai pakaian atau jilbab yang dihiasi dengan bordiran, renda, ukiran, motif dan yang sejenisnya, ini jelas merupakan bentuk tabarruj, karena pakaian/jilbab ini menampakkan perhiasan dan keindahan yang seharusnya disembunyikan.
Maka meskipun pakaian atau jilbab tersebut dari bahan kain yang longgar dan tidak tipis, akan tetapi kalau dihiasi dengan hiasan-hiasan yang menarik perhatian atau dengan model yang justru semakin memperindah penampilan wanita yang mengenakannya maka ini jelas termasuk tabarruj.
Kemudian kalau kita tanyakan kepada wanita yang menambahkan bordiran, renda, ukiran, motif dan yang sejenisnya pada pakaian luarnya, apa tujuannya?, maka tentu dia akan menjawab: supaya indah, untuk hiasan, supaya keren, dan kalimat lain yang senada.
Maka dengan ini jelas bahwa tujuan ditambahkannya bordiran, renda, ukiran dan motif pada pakaian wanita adalah untuk hiasan dan keindahan, sedangkan syariat Islam memerintahkan bagi para wanita untuk menutupi dan tidak memperlihatkan perhiasan dan keindahan mereka kepada selain mahram atau suami mereka.
Bahkan kalau kita merujuk pada pengertian bahasa, kita dapati dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI online) bahwa motif/ renda/ bordir juga disebut sebagai hiasan.
Pakaian dan jilbab seperti ini telah disebutkan oleh para ulama sejak dahulu sampai sekarang, disertai dengan peringatan keras akan keharamannya.
Imam adz-Dzahabi berkata[1]: “Termasuk perbuatan (buruk) yang menjadikn wanita dilaknat (dijauhkan dari rahmat Allah ) yaitu memperlihatkan perhiasan, emas dan mutiara (yang dipakainya) di balik penutup wajahnya, memakai wangi-wangian dengan kesturi atau parfum ketika keluar (rumah), memakai pakaian yang diberi celupan warna (yang menyolok), kain sutra dan pakaian pendek, disertai dengan memanjangkan pakaian luar, melebarkan dan memanjangkan lengan baju, serta hiasan-hiasan lainnya ketika keluar (rumah). Semua ini termasuk tabarruj yang dibenci oleh Allah dan pelakunya dimurkai oleh-Nya di dunia dan akhirat. Oleh karena perbuatan inilah, yang telah banyak dilakukan oleh para wanita, sehingga Rasululah bersabda tentang mereka: “Aku melihat Neraka, maka aku melihat kebanyakan penghuninya adalah para wanita”[2].
Perhatikan ucapan imam adz-Dzahabi ini, bagaimana beliau menjadikan perbuatan tabarruj yang dilakukan oleh banyak wanita adalah termasuk sebab yang menjadikan mayoritas mereka termasuk penghuni Neraka[3], na’uudzu billahi min dzaalik.
Imam Abul Fadhl al-Alusi berkata: “Ketahuilah, sesungguhnya ada sesuatu yang menurutku termasuk perhiasan wanita yang dilarang untuk ditampakkan, yaitu perhiasan yang dipakai oleh kebanyakan wanita yang terbiasa hidup mewah di jaman kami di atas pakaian luar mereka dan mereka jadikan sebagai hijab waktu mereka keluar rumah. Yaitu kain penutup tenunan dari (kain) sutra yang berwarna-warni, memiliki ukiran (bordiran/sulaman berwarna) emas dan perak yang menyilaukan mata. Aku memandang bahwa para suami dan wali yang membiarkan istri-istri mereka keluar rumah dengan perhiasan tersebut, sehinga mereka berjalan di kumpulan kaum laki-laki yang bukan mahram mereka dengan perhiasan tersebut, ini termasuk (hal yang menunjukkan) lemahnya kecemburuan (dalam diri para suami dan wali mereka), dan sungguh kerusakan ini telah tersebar merata”[4].
Fatwa lajnah daimah (kumpulan ulama besar ahli fatwa) di Arab Saudi, yang diketuai oleh syaikh ‘Abdl ‘Azizi Alu asy-Syaikh, beranggotakan: syaikh Shaleh al-Fauzan, syaikh Bakr Abu Zaid dan syaikh Abdullah bin Gudayyan. Fatwa no. 21352, tertanggal 9/3/1421 H, isinya sebagai berikut: “’Abayah (baju kurung/baju luar) yang disyariatkan bagi wanita adalah jilbab yang terpenuhi padanya tujuan syariat Islam (dalam mentapkan pakaian bagi wanita), yaitu menutupi (perhiasan dan kecantikan wanita) dengan sempurna dan menjauhkan (wanita) dari fitnah. Atas dasar ini, maka ‘abayah wanita harus terpenuhi padanya sifat-sifat (syarat-syarat) berikut: …Yang ke empat: ‘abayah tersebut tidak diberi hiasan-hiasan yang menarik perhatian. Oleh karena itu, ‘abayah tersebut harus polos dari gambar-gambar, hiasan (pernik-pernik), tulisan-tulisan (bordiran/sulaman) maupun simbol-simbol”[5].
Syaikh Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimin pernah diajukan kepada beliau pertanyaan berikut:
“Akhir-akhir ini muncul di kalangan wanita (model) ‘abayah (pakaian luar/baju kurung) yang lengannya sempit dan di sekelilingnya (dihiasi) bordir-bordir atau hiasan lainnya. Ada juga sebagian ‘abayah wanita yang bagian ujung lengannya sangat tipis, bagaimanakah nasihat Syaikh terhadap permasalahan in?”
Jawaban beliau:
“Kita mempunyai kaidah penting (dalam hal ini), yaitu (hukum asal) dalam pakaian, makanan, minuman dan (semua hal yang berhubungan dengan) mu’amalah adalah mubah/boleh dan halal. Siapapun tidak boleh mengharamkannya kecuali jika ada dalil yang menunjukkan keharamannya.
Maka jika kaidah ini telah kita pahami, dan ini sesuai dengan dalil dalam al-Qur’an dan sunnah Rasulullah. Allah  berfirman:
{هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعاً}
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kalian” (QS al-Baqarah: 29).
Dan Firman-Nya:
{قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ}
Katakanlah: “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang Telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?” Katakanlah: “Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat” (QS al-A’raaf: 32).
Maka segala sesuatu yang tidak diharamkan oleh Allah dalam perkara-perkara ini berarti itu halal. Inilah (hukum) asal (dalam masalah ini), kecuali jika ada dalil dalam syariat yang mengharamkannya, seperti haramnya memakai emas dan sutra bagi laki-laki, selain dalam hal yang dikecualikan, haramnya isbal (menjulurkan kain melewati mata kaki) pada sarung, celana, gamis dan pakaian luar bagi laki-laki, dan lain-lain.
Maka apabila kita terapkan kaidah ini untuk masalah ini, yaitu (hukum memakai) ‘abayah (model) baru ini, maka kami katakan: bahwa (hukum) asal pakaian (wanita) adalah dibolehkan, akan tetapi jika pakaian tersebut menarik perhatian atau (mengundang) fitnah, karena terdapat hiasan-hiasan bordir yang menarik perhatian (bagi yang melihatnya), maka kami melarangnya, bukan karena pakaian itu sendiri, tetapi karena pakaian itu menimbulkan fitnah”[6].
Di tempat lain beliau berkata: “Memakai ‘abayah (baju kurung) yang dibordir dianggap termasuk tabarruj (menampakkan) perhiasan dan ini dilarang bagi wanita, sebagaimana firman Allah :
{وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللَّاتِي لا يَرْجُونَ نِكَاحاً فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَنْ يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ}
Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), maka tidak ada dosa atas mereka untuk menanggalkan pakaian (luar) mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan” (QS an-Nuur: 60).
Kalau penjelasan dalam ayat ini berlaku untuk perempuan-perempuan tua maka terlebih lagi bagi perempuan yang masih muda”[7].
Syaikh Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim berkata: “Yang jelas merupakan pakaian wanita yang menjadi perhiasan baginya adalah pakaian yang dibuat dari bahan yang berwarna-warni atau berukiran (bordiran/sulaman berwarna) emas dan perak yang menarik perhatian dan menyilaukan mata”[8].
Kemudian, perlu juga kami ingatkan di sini, bahwa berdasarkan keterangan di atas, maka termasuk tabarruj yang diharamkan bagi wanita adalah membawa atau memakai beberapa perlengkapan wanita, seperti tas, dompet, sepatu, sendal, kaos kaki, dan lain-lain, jika perlengkapan tersebut memiliki bentuk, motif atau hiasan yang menarik perhatian, sehingga itu termasuk perhiasan wanita yang wajib untuk disembunyikan.
Syaikh Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimin berkata: “Memakai sepatu yang (berhak) tinggi (bagi wanita) tidak diperbolehkan, jika itu di luar kebiasaan (kaum wanita), membawa kepada perbuatan tabarruj, nampaknya (perhiasan) wanita dan membuatnya menarik perhatian (laki-laki), karena Allah  berfirman:
{وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى}
Dan janganlah kalian (para wanita) bertabarruj (sering keluar rumah dengan berhias dan bertingkah laku) seperti (kebiasaan) wanita-wanita Jahiliyah yang dahulu” (QS al-Ahzaab:33).

Maka segala sesuatu yang membawa wanita kepada perbuatan tabarruj, nampaknya (perhiasan)nya dan tampil bedanya seorang wanita dari para wanita lainnya dalam hal mempercantik (diri), maka ini diharamkan dan tidak boleh bagi wanita”[9].
***
Catatan kaki
[1] Kitab “al-Kaba-ir” (hal. 134)
[2] HSR al-Bukhari (no. 3069) dan Muslim (no. 2737)
[3] Lihat keterangan syaikh al-Albani dalam kitab “Jilbaabul mar-atil muslimah” (hal. 232)
[4] Kitab “Ruuhul ma’aani” (18/146)
[5] Fataawa al-Lajnah ad-daaimah (17/141)
[6] Liqa-aatil baabil maftuuh (46/17)
[7] Kitab “Majmu’ul fataawa war rasa-il” (12/232).
[8] Kitab “Shahiihu fiqhis sunnah” (3/34).
[9] Majmuu’atul as-ilatin tahummul usratal muslimah (hal. 10)
___
Di-copas dari tulisan Ustadz Abdullah Taslim Lc., MA. yang berjudul “Tabarruj, dandanan ala jahiliyah wanita modern” di website pribadi beliau.

 

Pacaran Atau Ta’aruf?

Ta’aruf cuman buat orang yang mau nikah doang kan? Gimana kalo sepasang remaja dia dekat. Tapi kalo ditanya tentang hubungan mereka, mereka cuma jawab lagi ta’arufan 

Pertanyaan:
Assalamu’alaikum. Ta’aruf cuman buat orang yang mau nikah doang kan? Gimana kalo sepasang remaja dia dekat. Tapi kalo ditanya tentang hubungan mereka, mereka cuma jawab lagi ta’arufan..Kalo gitu gimana? Wassalamu’alaikum.
(Qulub)

Jawab:
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Sebelumnya, terima kasih atas pertanyaannya. Perlu dimengerti bahwa ta’aruf adalah proses saling mengenal antara dua orang lawan jenis yang ingin menikah. Jika diantara mereka berdua ada kecocokan maka bisa berlanjut ke jenjang pernikahan, namun, jika tidak, maka proses berhenti dan tidak berlanjut.
Islam tidak melarang ta’aruf ini, dalam sebuah hadits disebutkan, “Dari Anas bin Malik bahwa al-Mughirah bin Syu’bah ingin menikah dengan wanita, maka Rasulullah Ṣallāllāhu‘alaihi wa sallam berkata kepadanya, “Pergi lalu lihatlah dia, sesungguhnya hal itu menimbulkan kasih sayang dan kedekatan antara kalian berdua.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah no.1938 dan dinilai shahih oleh Syekh al-Albani rahimahullah dalam Shahih Ibnu Majah)
Dan saat seorang lelaki ingin melihat wanita yang ia lamar, maka ia harus memperhatikan rambu-rambu nazhar yang telah dijelaskan oleh Syekh Utsaimin rahimahullah dalam Syarhul Mumti’ XII/22 sebagai berikut:
  1. Tidak berkhalwat (berdua-duan) dengan seorang wanita tatkala memandangnya. Untuk menjauhi khalwat ketika nazhar, maka ia bisa melihat wanita yang ingin ia pinang ditemani wali si wanita atau jika tidak mampu maka ia bisa bersembunyi dan melihat wanita tersebut di tempat di mana ia sering melalui tempat tersebut.
  2. Hendaknya memandang dengan tanpa syahwat, karena nazhar (memandang) wanita ajnabiyah karena syahwat diharamkan. Selain itu, tujuan dari melihat calon istri adalah untuk mengetahui kondisinya bukan untuk menikmatinya.
  3. Hendaknya ia memiliki prasangka kuat bahwa sang wanita akan menerima lamarannya.
  4. Hendaknya ia memandang kepada apa yang biasanya nampak dari tubuh sang wanita, seperti muka, telapak tangan, leher, dan kaki.
  5. Hendaknya ia benar-benar bertekad untuk melamar sang wanita. Yaitu hendaknya pandangannya terhadap sang wanita itu merupakan hasil dari keseriusannya untuk maju menemui wali wanita tersebut untuk melamar putri mereka. Adapun jika ia hanya ingin berputar-putar melihat-lihat para wanita satu per satu, maka hal ini tidak diperbolehkan.
  6. Hendaknya sang wanita yang dinazhar tidak berhias, memakai wangi-wangian, memakai celak, atau yang sarana-sarana kecantikan yang lainnya.
Oleh karena itu, apa yang dikatakan tersebut tidaklah benar. Kami berhusnuzhan bahwa yang mengatakan tersebut memang belum paham makna ta’aruf secara syariat. Sebab, jika sudah memahami namun malah mengatakan demikian, kami khawatir yang mengatakan tersebut terjatuh dalam dosa besar: memperolok agama (istihzaa’).
Istihzaa’, secara bahasa artinya sukhriyah, yaitu melecehkan. Ar-Raghib al-Ashfahani berkata, “Al-huzu’, adalah senda gurau tersembunyi. Kadangkala disebut juga senda gurau atau kelakar”.
Al-Baidhawi berkata, “Istihzaa’”, artinya adalah pelecehan dan penghinaan. Dapat dikatakan haza’tu atau istahza’tu. Kedua kata itu sama artinya. Seperti kata ajabtu dan istajabtu.”
Dari penjelasan itu, dapat diketahui makna istihzaa’, yaitu pelecehan dan penghinaan dalam bentuk olok-olokan dan kelakar.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
يَحْذَرُ الْمُنَافِقُونَ أَن تُنَزَّلَ عَلَيْهِمْ سُورَةٌ تُنَبِّئُهُم بَمَا فِي قُلُوبِهِمْ قُلِ اسْتَهْزِءُوا إِنَّ اللهَ مُخْرِجُ مَاتَحْذَرُون
Orang-orang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi di dalam hati mereka. Katakanlah kepada mereka: ‘Teruskanlah ejekan-ejekanmu (terhadap Allah dan RasulNya)’. Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kamu takuti.” (QS. At-Taubah: 64).
وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللهِ وَءَايَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءُونَ
Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: ‘Sesungguhnya kami hanya bersenda-gurau dan bermain-main saja’. Katakanlah: ‘Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya, kamu selalu berolok-olok? “ (QS. At-Taubah: 65).
لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِن نَّعْفُ عَن طَائِفَةٍ مِّنكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ
Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengadzab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa. “ (QS. At-Taubah: 66).
Ayat ini menjelaskan sikap orang-orang munafik terhadap Allah, Rasulullah dan kaum mukminin. Kebencian yang selama ini mereka pendam, terlahir dalam bentuk ejekan dan olok-olokan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Berkaitan dengan ayat ini, Ibnu Katsir mencantumkan sebuah riwayat dari Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi dan lainnya yang menjelaskan kepada kita bentuk pelecehan dan olokan mereka terhadap Allah, Rasul-Nya dan ayat-ayat-Nya.
Ia berkata, “Seorang lelaki munafik mengatakan, “Menurutku, para qari’ (pembaca) kita ini hanyalah orang-orang yang paling rakus makannya, paling dusta perkataanya, paling penakut di medan perang.”
Sampailah berita tersebut kepada Rasulullah Ṣallāllāhu‘alaihi wa sallam, lalu orang munafik itu menemui Beliau, sedangkan Beliau sudah berada di atas untanya bersiap-siap hendak berangkat. Ia berkata, “Wahai Rasulullah. Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja.” Maka turunlah firman Allah.
Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?
Sesungguhnya kedua kakinya tersandung-sandung batu, sedangkan Rasulullah Ṣallāllāhu‘alaihi wa sallam tidak menoleh kepadanya, dan ia bergantung di tali pelana Rasulullah Ṣallāllāhu‘alaihi wa sallam.
Ayat ini menjelaskan hukum memperolok-olok Allah, Rasul-Nya, ayat-ayat-Nya, agama-Nya dan syiar-syiar agama, yaitu hukumnya kafir. Barangsiapa memperolok-olok Rasul-Nya, berarti ia telah memperolok-olok Allah. Barangsiapa memperolok-olok ayat-ayat-Nya, berarti ia telah memperolok-olok Rasul-Nya. Barangsiapa memperolok-olok salah satu darinya, berarti ia memperolok-olok seluruhnya. Perbuatan yang dilakukan oleh kaum munafikin itu adalah memperolok-olok Rasul dan sahabat Beliau Ṣallāllāhu‘alaihi wa sallam, lalu turunlah ayat ini sebagai jawabannya.
Sikap memperolok-olok syiar agama bertentangan dengan keimanan. Dua sikap ini, dalam diri seseorang, tidak akan bisa bertemu. Oleh karena itu, Allah menyebutkan bahwa pengagungan terhadap syiar-syiar agama berasal dari ketaatan hati. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman.
وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al-Hajj: 32).
Saudaraku, permasalah yang berkenaan dengan memperolok-olok agama terbagi menjadi dua macam:
  1. Istihzaa’ sharih, yaitu memperolok-olok agama dengan secara jelas dan terang-terangan. Sebagai contoh ucapan mereka para munafikin kepada Rasulullah Ṣallāllāhu‘alaihi wa sallam di suatu majelis pada perang Tabuk, “Tidaklah kami melihat orang yang lebih mementingkan perutnya, lebih berdusta ucapannya, dan lebih penakut ketika berjumpa dengan musuh daripada mereka para pembaca-pembaca Al-Quran (yakni Rasulullah Ṣallāllāhu‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya)”,atau seperti ucapan mereka lainnya yang menyatakan: ‘Agama tidaklah diukur dengan jenggot’, yakni karena permasalahan cukur jenggot, dan masih banyak lagi yang semisal dengan itu.
  2. Istihzaa’ ghairu sharih yaitu memperolok-olok agama dengan perbuatan yang menunjukkan isyarat maupun sindiran (tidak jelas atau tidak terang-terangan), seperti dengan memicingkan mata, menjulurkan lidah dan membentangkan bibir dan lain-lainnya yang bertujuan untuk merendahkan sesuatu dari agama. (Lihat Kitabut Tauhid DR.Shalih Fauzan hal 43, dan Malzamah Syarh Nawaqidul Islam, Abi Ubaidah).
Untuk itu saudaraku, hendaknya kita berhati-hati dengan ucapan maupun perbuatan yang bisa masuk ke dalam istihzaa’ ini. Sebab, dengan hanya bercanda bisa menyeret pelakunya ke jurang neraka.
Selanjutnya, dalam Islam tidak ada istilah pacaran, baik itu pacaran biasa maupun pacaran islami. Hubungan terhadap lawan jenis sangat dijaga dalam agama kita. Dan pergaulan bebas semacam itu hanya akan membuat kesengsaraan dan kenistaan.
Dan pada akhirnya, akibat-akibat yang sering dijumpai dari pacaran adalah perzinaan, hamil di luar nikah yang merusak nasab, aborsi, bahkan bunuh diri maupun kematian. Na’udzu billah min dzalik. Semoga Allah menjaga kita dari jerat-jerat zina yg berwujud pacaran.
***
(Diketik ulang dari Majalah Sakinah Volume 14 No.5)
Artikel Muslimah.or.id

 

Selasa, 24 November 2015

Siapa orang asing beruntung yang dimaksud oleh Rasulullah?
Yaitu orang2 yg senantiasa berbuat kebaikan di tengah masyarakat yang suka berbuat kerusakan.
Yaitu mereka yang berpegang teguh pada Al-Qur'an dan Sunnah di saat yang lain menjauh.
Yaitu mereka yang giat beribadah siang dan malam disaat yang lain sibuk bermaksiat.
Ya Allah jadikanlah kami bagian dari golongan hambaMu yang Engkau pilih. Kuatkan diri dan kokohkan jiwa kami dalam menjalankan syari'at agamaMu. Aamiin..


JANGAN NIKAHI 5 LELAKI INI !
1. Lelaki yang berani meninggalkan shalat. Ia berarti telah berani mengkhianati Allah, apalagi amanah manusia.
2. Lelaki yang gemar melakukan dosa besar. Misalnya, mabuk, berzina dan berjudi. Hidup bersama suami seperti ini sama dengan hidup di dalam neraka.
3. Lelaki yang sombong dan senang membanggakan diri. Jika dia menikah, dia tidak menikah karena cinta, tapi karena nafsunya menginginkan wanita itu.
4. Anak mama (manja)
Lelaki yang manja bukanlah laki-laki sejati. Dia tidak akan mampu mengambil keputusan secara mandiri tanpa merujuk kepada ibunya.
5. Tidak memiliki rasa cemburu
Dia melarang istrinya berjilbab karena hal ini dianggapnya kuno dan membolehkan istrinya berjabatan, mengobrol, dan tertawa-tawa dengan laki-laki lain.
Naudzubillah, semoga sahabat wanita mendapatkan pendamping yang terbaik di Sisi-Nya.
Aamiiin
Silahkan share dan tag sahabat ukhti :)
By Setia Furqon Kholid

Rabu, 18 November 2015

Khadijah binti Khuwailid adalah sebaik-baik wanita ahli surga. Ini sebagaimana sabda Rasulullah, “Sebaik-baik wanita ahli surga adalah Maryam binti Imran dan Khadijah binti Khuwailid.”

Khadijah adalah wanita pertama yang hatinya tersirami keimanan dan dikhususkan Allah untuk memberikan keturunan bagi Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam., menjadi wanita pertama yang menjadi Ummahatul Mukminin, serta turut merasakan berbagai kesusahan pada fase awal jihad penyebaran agama Allah kepada seluruh umat manusia.

Khadijah adalah wanita yang hidup dan besar di lingkungan Suku Quraisy dan lahir dari keluarga terhormat pada lima belas tahun sebelum Tahun Gajah, sehingga banyak pemuda Quraisy yang ingin mempersuntingnya.

Sebelum menikah dengan Rasulullah, Khadijah pernah dua kali menikah. Suami pertama Khadijah adalah Abu Halah at-Tamimi, yang wafat dengan meninggalkan kekayaan yang banyak, juga jaringan perniagaan yang luas dan berkembang. Pernikahan kedua Khadijah adalah dengan Atiq bin Aidz bin Makhzum, yang juga wafat dengan meninggalkan harta dan perniagaan. Dengan demikian, Khadijah menjadi orang terkaya di kalangan suku Quraisy.

A. Wanita Suci

Sayyidah Khadijah dikenal dengan julukan wanita suci sejak perkawinannya dengan Abu Halah dan Atiq bin Aidz karena keutamaan ãkhlak dan sifat terpujinya. Karena itu, tidak heran jika kalangan Quraisy memberikan penghargaan dan berupa penghormatan yang tinggi kepadanya.

Kekayaan yang berlimpahlah yang menjadikan Khadijah tetap berdagang. Akan tetapi, Khadijah merasa tidak mungkin jika sernua dilakukan tanpa bantuan orang lain. Tidak mungkin jika dia harus terjun langsung dalam berniaga dan bepergian membawa barang dagangan ke Yaman pada musim dingin dan ke Syam pada musim panas. Kondisi itulah yang menyebabkan Khadijah mulai mempekerjakan beberapa karyawan yang dapat menjaga amanah atas harta dan dagangannya. Untuk itu, para karyawannya menerima upah dan bagian keuntungan sesuai dengan kesepakatan. Walaupun pekerjaan itu cukup sulit, bermodalkan kemampuan intelektual dan kecemer1angan pikiran yang didukung oleh pengetahuan dasar tentang bisnis dan bekerja sama, Khadijah mampu menyeleksi orang-orang yang dapat diajak berbisnis. Itulah yang mengantarkan Khadilah menuju kesuksesan yang gemilang.

B. Pemuda yang Jujur

Khadijah memiliki seorang pegawai yang dapat dipercaya dan dikenal dengan nama Maisarah. Dia dikenal sebagai pemuda yang ikhlas dan berani, sehingga Khadijah pun berani melimpahkan tanggung jawab untuk pengangkatan pegawai baru yang akan mengiring dan menyiapkan kafilah, menentukan harga, dan memilih barang dagangan. Sebenarnya itu adalah pekerjaan berat, namun penugasan kepada Maisarah tidaklah sia-sia.

C. Pemuda Pemegang Amanah

Kaum Quraisy tidak mengenal pemuda mana pun yang wara, takwa, dan jujur selain Muhammad bin Abdullah, yang sejak usia lima belas tahun telah diajak oleh Maisarah untuk menyertainya berdagang.

Seperti biasanya, Maisarah menyertai Muhammad ke Syam untuk membawa dagangan Khadijah, karena memang keduanya telah sepakat untuk bekerja sama. Perniagaan mereka ketika itu memberikan keuntungan yang sangat banyak sehingga Maisarah kembali membawa keuntungan yang berlipat ganda. Maisarah mengatakan bahwa keuntungan yang mereka peroleh itu berkat Muhammad yang berniaga dengan penuh kejujuran. Maisarah menceritakan kejadian aneh selama melakukan perjalanan ke Syam dengan Muhammad. Selama perjalanan, dia melihat gulungan awan tebal yang senantiasa mengiringi Muhammad yang seolah-olah melindungi beliau dari sengatan matahari. Dia pun mendengar seorang rahib yang bernama Buhairah, yang mengatakan bahwa Muhammad adalah laki-laki yang akan menjadi nabi yang ditunggu-tunggu oleh orang Arab sebgaimana telah tertulis di dalam Taurat dan Injil.

Cerita-cerita tentang Muhammad itu meresap ke dalam jiwa Khadijah, dan pada dasarnya Khadijah pun telah merasakan adanya kejujuran, amanah, dan cahaya yang senantiasa menerangi wajah Muhammad. Perasaan Khadijah itu menimbulkan kecenderungan terhadap Muhammad di dalam hati dan pikirannya, sehingga dia menemui anak pamannya, Waraqah bin Naufal, yang dikenal dengan pengetahuannya tentang orang- orang terdahulu. Waraqah mengatakan bahwa akan muncul nabi besar yang dinanti-nantikan manusia dan akan mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya Allah. Penuturan Waraqah itu menjadikan niat dan kecenderungan Khadijah terhadap Muhammad semakin bertambah, sehingga dia ingin menikah dengan Muhammad. Setelah itu dia mengutus Nafisah, saudara perempuan Ya’la bin Umayyah untuk meneliti lebih jauh tentang Muhammad, sehingga akhirnya Muhammad diminta menikahi dirinya.

Ketika itu Khadijah berusia empat puluh tahun, namun dia adalah wanita dari golongan keluarga terhormat dan kaya raya, sehingga banyak pemuda Quraisy yang ingin menikahinya. Muhammad pun menyetujui permohonan Khadijah tersebut. Maka, dengan salah seorang pamannya, Muhammad pergi menemui paman Khadijah yang bernama Amru bin As’ad untuk meminang Khadijah.

D. Istri Pertama Rasulullah

Allah menghendaki pernikahan hamba pilihan-Nya itu dengan Khadijah. Ketika itu, usia Muhammad baru menginjak dua puluh lima tahun, sementara Khadijah empat puluh tahun. Walaupun usia mereka terpaut sangat jauh dan harta kekayaan mereka pun tidak sepadan, pernikahan mereka bukanlah pernikahan yang aneh, karena Allah Subhanahu wa ta’ala telah memberikan keberkahan dan kemuliaan kepada mereka.

Khadijah adalah istri Nabi yang pertama dan menjadi istri satu-satunya sebelum dia rneninggal. Allah menganugerahi Nabi Shallallahu alaihi wassalam. melalui rahirn Khadijah beberapa orang anak ketika dibutuhkan persatuan dan banyaknya keturunan. Dia telah mernberikan cinta dan kasih sayang kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. pada saat-saat yang sulit dan tindak kekerasan dan kekejaman datang dari kerabat dekat. Bersama Khadijah, Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. memperoleh perlakuan yang baik serta rumah tangga yang tenteram damai, dan penuh cinta kasih, setelah sekian lama beliau merasakan pahitnya menjadi anak yatim piatu dan miskin.

E. Putra-putri Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam

Khadijah melahirkan dua orang anak laki-laki, yaitu Qasim dan Abdullah serta empat orang anak perempuan, yaitu Zainab, Ruqayah, Ummu Kultsum dan Fatimah. Seluruh putra dan putrinya lahir sebelum masa kenabian, kecuali Abdullah. Karena itulah, Abdullah kemudian dijuluki ath-Thayyib (yang balk) dan ath-Thahir (yang suci).

Zainab banyak rnenyerupai ibunya. Setelah besar, Zainab dinikahkan dengan anak bibinya, Abul Ash ibnur Rabi’. Pernikahan Zainab ini merupakan peristiwa pertama Rasulullah rnenikahkan putrinya, dan yang terakhir beliau menikahkan Ummu Kultsum dan Ruqayah dengan dua putra Abu Lahab, yaitu Atabah dan Utaibah. Ketika Nabi Shallallahu alaihi wassalam. diutus menjadi Rasul, Fathimah az-Zahra, putri bungsu beliau masih kecil.

Selain mereka ada juga Zaid bin Haritsah yang sering disebut putra Muhammad. Semula, Zaid dibeli oleh Khadijah dari pasar Mekah yang kemudian dijadikan budaknya. Ketika Khadijah menikah dengan Muhammad, Khadijah memberikan Zaid kepada Muhammad sebagai hadiah. Rasulullah sangat mencintai Zaid karena dia memiliki sifat-sifat yang terpuji. Zaid pun sangat mencintai Rasulullah. Akan tetapi di tempat lain, ayah kandung Zaid selalu mencari anaknya dan akhirnya dia mendapat kabar bahwa Zaid berada di tempat Muhammad dan Khadijah. Dia mendatangi Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam untuk memohon agar beliau mengembalikan Zaid kepadanya walaupun dia harus membayar mahal. Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam memberikan kebebasan penuh kepada Zaid untuk memilih antara tetáp tinggal bersamanya dan ikut bersama ayahnya. Zaid tetap memilih hidup bersama Rasulullah, sehingga dan sinilah kita dapat mengetahui sifat mulia Zaid.

Agar pada kemudian hari nanti tidak menjadi masalah yang akan memberatkan ayahnya, Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. dan Zaid bin Haritsah menuju halaman Ka’bah untuk mengummkan kebebasan Zaid dan pengangkatan Zaid sebagai anak. Setelah itu, ayahnya merelakan anaknya dan merasa tenang. Dari situlah mengapa banyak yang menjuluki Zaid dengan sebutan Zaid bin Muhammad. Akan tetapi, hukum pengangkatan anak itu gugur setelah turun ayat yang membatalkannya, karena hal itu merupakan adat jahiliah, sebagaimana firman Allah berikut ini:

” … jika kamu mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah merela sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu … ” (QS. At-Taubah:5)

F. Pada Masa Kenabian Muhammad Shallallahu alaihi wassalam.

Muhammad bin Abdullah hidup berumah tangga dengan Khadijah binti Khuwailid dengan tenterarn di bawah naungan akhlak mulia dan jiwa suci sang suami. Ketika itu, Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. menjadi tempat mengadu orang-orang Quraisy dalam menyelesaikan perselisihan dan pertentangan yang terjadi di antara mereka. Hal itu menunjukkan betapa tinggi kedudukan Rasulullah di hadapan mereka pada masa prakenabian. Beliau menyendiri di Gua Hira, menghambakan din kepada Allah yang Maha Esa, sesuai dengan ajaran Nabi Ibrahim a.s.

Khadijah sangat ik.hlas dengan segala sesuatu yang dilakukan suaminya dan tidak khawatir selama ditinggal suaminya. Bahkan dia menjenguk serta menyiapkan makanan dan minuman selama beliau di dalam gua, karena dia yakin bahwa apa pun yang dilakukan suaminya merupakan masalah penting yang akan mengubah dunia. Ketika itu, Nabi Muhammad berusia empat puluh tahun.

Suatu ketika, seperti biasanya beliau menyendiri di Gua Hira –waktu itu bulan Ramadhan–. Beliau sangat gemetar ketika mendengar suara gaib Malaikat Jibril memanggil beliau. Malaikat Jibril menyuruh beliau membaca, namun beliau hanya menjawab, “Aku tidak dapat membaca.” Akhirnya, Malaikat Jibril mendekati dan mendekap beliau ke dadanya, seraya berkata, “Bacalah, wahai Muhammad!” Ketika itu Muhammad sangat bingung dan ketakutan, seraya menjawab, “Aku tidak dapat membaca.” Mendengar itu, Malaikat Jibril mempererat dekapannya, dan berkata, “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia. Dia mengajari manusia dengan perantaraan pena. Dia mengajarkan segala sesuatu yang belum mereka ketahui.” Rasulullah Muhammad mengikuti bacaan tersebut. Keringat deras mengucur dari seluruh tubuhnya sehingga beliau kepayahan dan tidak menemukan jalan menuju rumah. Khadijah melihat beliau dalam keadaan terguncang seperti itu, kemudian memapahnya ke rumah, serta berusaha menghilangkan ketakutan dan kekhawatiran yang memenuhi dadanya. “Berilah aku selimut, Khadijah!” Beberapa kali beliau meminta istrinya menyelimuti tubuhnya. Khadijah memberikan ketenteraman kepada Rasulullah dengan segala kelembutan dan kasih sayang sehingga beliau merasa tenteram dan aman. Beliau ridak langsung menceritakan kejadian yang menimpa dirinya kepada Khadijah karena khawatir Khadijah menganggapnya sebagai ilusi atau khayalan beliau belaka.

G. Pribadi yang Agung

Setelah rasa takut beliau hilang, Khadilah berupaya agar Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. mengutarakan apa yang telah dialaminya, dan akhirnya beliau pun menceritakan peristiwa yang baru dialaminya. Khadijah mendengarkan cerita suaminya dengan penuh minat dan mempercayai semuanya, sehingga Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. merasa bahwa istrinya pun menduga akan terjadinya hal-hal seperti itu.

Sejak semula Khadijah telah yakin bahwa suaminya akan menerima amanat Allah Yang Maha Besar untuk seluruh alam semesta. Kejadian tersebut merupakan awal kenabian dan tugas Muhammad menyampaikan amanat Allah kepada manusia. Hal itu pun merupakan babak baru dalam kehidupan Khadijah yang dengannya dia harus mempercayai dan meyakini ajaran Rasulullah Muhammad, sehingga Rasulullah mengatakan, “Aku rnengharapkannya menjadi benteng yang kuat bagi diriku.”

Di sinilah tampak kebesaran pribadi serta kematangan dan kebijaksanaan pemikiran Khadijah. Khadijah telah mencapai derajat yang tinggi dan sempurna, yang belum pernah dicapai oleh wanita mana pun. Dia telah berkata kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, “Demi Allah, Allah tidak akan menyia nyiakanrnu Engkau selalu menghubungkan silaturahim, berbicara benar, memikul beban orang lain, menolong orang papa, menghorrnati tamu, dan membantu meringankan derita dan musibah orang lain.”

Setelah Rasulullah merasa tenteram dan dapat tidur dengan tenang, Khadijah mendatangi anak pamannya, Waraqah bin Naufal, yang tidak terpengaruhi tradisi jahiliah. Khadijah menceritakan kejadian yang dialami suaminya. Mendengar cerita mengenai Rasulullah, Waraqah berseru, “Maha Mulia…Maha Mulia…. Demi yang jiwa Waraqah dalam genggaman-Nya, kalau kau percaya pada ucapanku, maka apa yang diihat Muhammad di Gua Hira itu merupakan suratan yang turun kepada Musa dan Isa sebelumnya, dan Muhammad adalah nabi akhir zaman, dan namanya tertulis dalam Taurat dan Injil.” Mendengar kabar itu, Khadijah segera menemui suaminya (Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam) dan menyampaikan apa yang dikatakan oleh Waraqah.

H. Awal Masa Jihad di Jalan Allah

Khadijah meyakini seruan suaminya dan menganut agarna yang dibawanya sebelum diumumkan kepada rnasyarakat. Itulah langkah awal Khadijah dalam menyertai suaminya berjihad di jalan Allah dan turut menanggung pahit getirnya gangguan dalam menyebarkan agama Allah.

Beberapa waktu kemudian Jibril kembali mendatangi Muhammad Shallallahu alaihi wassalam. untuk membawa wahyu kedua dari Allah:

“Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan dan Tuhanmu agungkanlah dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlab kamu memberi (dengan maksud) memperoleb (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah” (QS. Al-Muddatstir:1-7)

Ayat di atas merupakan perintah bagi Rasulullah untuk mulai berdakwah kepada kalangan kerabat dekat dan ahlulbait beliau. Khadijah adalah orang pertama yang menyatap kan beriman pada risalah Rasulullah Muhammad dan menyatakan kesediaannya menjadi pembela setia Nabi. Kemudian menyusul Ali bin Abi Thalib, anak paman Rasulullah yang sejak kecil diasuh dalam rumah tangga beliau. Ali bin Abi Thalib adalah orang pertama yang masuk Islam dari kalangan anak-anak, kemudian Zaid bin Haritsah, hamba sahaya Rasulullah yang ketika itu dijuluki Zaid bin Muhammad. Dari kalangan laki-laki dewasa, mulailah Abu Bakar masuk Islam, diikuti Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqash, az-Zubair ibnu Awam, Thalhah bin Ubaidilah, dan sahabat-sahat lainnya. Mereka masuk menyatakan Islam secara sembunyi-sembunyi sehingga harus melaksanakan shalat di pinggiran kota Mekah.

I. Masa Berdakwah Terang-terangan

Setelah berdakwah secara sembunyi- sembunyi, turunlah perintah Allah kepada Rasulullah untuk memulai dakwah secara terang-terangan. Karena itu, datanglah beliau ke tengah-tengah umat seraya berseru lantang, “Allahu Akbar, Allahu Akbar… Tiada Tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, Dia tidak melahirkan, juga tidak dilahirkan.” Seruan beliau sangat aneh terdengar di telinga orang-orang Quraisy. Rasulullah Muhammad memanggil manusia untuk beribadah kepada Tuhan yang satu, bukan Laata, Uzza, Hubal, Manat, serta tuhan-tuhan lain yang mernenuhi pelataran Ka’bah. Tentu saja mereka menolak, mencaci maki, bahkan tidak segan-segan menyiksa Rasulullah. Setiap jalan yang beliau lalui ditaburi kotoran hewan dan duri.

Khadijah tampil mendampingi Rasulullah dengan penuh kasih sayang, cinta, dan kelembutan. Wajahnya senantiasa membiaskan keceriaan, dan bibirnya meluncur kata-kata jujur. Setiap kegundahan yang Rasulullah lontarkan atas perlakuan orang-orang Quraisy selalu didengarkan oleh Khadijah dengan penuh perhatian untuk kemudian dia memotivasi dan rnenguatkan hati Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassalam. Bersama Rasulullah, Khadijah turut menanggung kesulitan dan kesedihan, sehingga tidak jarang dia harus mengendapkan perasaan agar tidak terekspresikan pada muka dan mengganggu perasaan suaminya. Yang keluar adalab tutur kata yang lemah lembut sebagai penyejuk dan penawar hati.

Orang yang paling keras menyakiti Rasulullah adalah paman beliau sendiri, Abdul Uzza bin Abdul Muthalib, yang lebih dikenal dengan sebutan Abu Lahab, beserta istrinya, Ummu Jamil. Mereka memerintah anak-anaknya untuk memutuskan pertunangan dengan kedua putri Rasulullah, Ruqayah dan Ummu Kultsum. Walaupun begitu, Allah telah menyediakan pengganti yang lebih mulia, yaitu Utsman bin Affan bagi Ruqayah. Allah mengutuk Abu Lahab lewat firman-Nya :

“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dan sabut. “ (QS. Al-Lahab:1-5)

Khadijah adalah tempat berlindung bagi Rasulullah. Dari Khadijah, beliau memperoleh keteduhan hati dan keceriaan wajah istrinya yang senantiasa menambah semangat dan kesabaran untuk terus berjuang menyebarluaskan agama Allah ke seluruh penjuru. Khadijah pun tidak memperhitungkan harta bendanya yang habis digunakan dalam perjuangan ini. Sementara itu, Abu Thalib, parnan Rasulullah, menjadi benteng pertahanan beliau dan menjaga beliau dari siksaan orang-orang Quraisy, sebab Abu Thalib adalah figur yang sangat disegani dan diperhitungkan oleh kaum Quraisy.

J. Pemboikotan Kaum Quraisy terhadap Kaum Muslimin

Setelah berbagai upaya gagal dilakukan untuk menghentikan dakwah Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, baik itu berupa rayuan, intimidasi, dan penyiksaan, kaum Quraisy memutuskan untuk memboikot dan mengepung kaum muslimin dan menulis deklarasi yang kemudian digantung di pintu Ka’bah agar orang-orang Quraisy memboikot kaum muslimin, termasuk Rasulullah, istrinya, dan juga pamannya. Mereka terisolasi di pinggiran kota Mekah dan diboikot oleh kaum Quraisy dalam bentuk embargo atas transportasi, komunikasi, dan keperluan sehari-hari lainnya.

Dalam kondisi seperti itu, Rasulullah dan istrinya dapat bertahan, walaupun kondisi fisiknya sudah tua dan lemah. Ketika itu kehidupan Khadijah sangat jauh dan kehidupan sebelumnya yang bergelimang dengan kekayaan, kemakmuran, dan ketinggian derajat. Khadijah rela didera rasa haus dan lapar dalam mendampingi Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. dan kaum muslimin. Dia sangat yakin bahwa tidak lama lagi pertolongan Allah akan datang. Keluarga mereka yang lain, sekali-kali dan secara sembunyi-sembunyi, mengirimkan makanan dan minuman untuk mempertahankan hidup. Pemboikotan itu berlangsung selama tiga tahun, tetapi tidak sedikit pun menggoyahkan akidah mereka, bahkan yang mereka rasakan adalah bertambah kokohnya keimanan dalam hati. Dengan demikian, usaha kaum Quraisy telah gagal, sehingga mereka mengakhiri pemboikotan dan membiarkan kaum muslimin kembali ke Mekah. Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. pun kembali menyeru nama Allah Yang Mulia dan melanjutkan jihad beliau.

K. Wafatnya Khadijah

Beberapa hari setelah pemboikotan, Abu Thalib jatuh sakit, dan semua orang meyakini bahwa sakit kali mi merupakan akhir dan hidupnva. Dalam keadaan seperti itu, Abu Sufjan dan Abu Jahal membujuk Abu Thalib untuk menasehati Muhammad agar menghentikan dakwahnya, dan sebagai gantinya adalah harta dan pangkat. Akan tetapi, Abu Thalib tidak bersedia, dan dia mengetahui bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam tidak akan bersedia menukar dakwahnya dengan pangkat dan harta sepenuh dunia.

Abu Thalib meninggal pada tahun itu pula, maka tahun itu disebut sebagai ‘Aamul Huzni (tahun kesedihan) dalam kehidupan Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. Sebaliknya, orang-orang Quraisy sangat gembira atas kematian Abu Thalib itu, karena mereka akan lebih leluasa mengintimidasi Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. dan pengikutnya. Pada saat kritis menjelang kematian pamannya, Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. membisikkan sesuatu, Secepat ini aku kehilangan engkau?

Pada tahun yang sama, Sayyidah Khadijah sakit keras akibat beberapa tahun menderita kelaparan dan kehausan karena pemboikotan itu. Semakin hari, kondisi badannya semakin menurun, sehingga Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. semakin sedih. Bersama Khadijahlah Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. membangun kehidupan rumah tangga yang bahagia. Dalam sakit yang tidak terlalu lama, dalam usia enam puluh lima tahun, Khadijah meninggal, menyusul Abu Thalib. Khadijah dikuburkan di dataran tinggi Mekah, yang dikenal dengan sebutan al-Hajun. Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. sendiri yang mengurus jenazah istrinya, dan kalimat terakhir yang beliau ucapkan ketika melepas kepergiannya adalah: “Sebaik-baik wanita penghuni surga adalah Maryam binti Imran dan Khadijah binti Khuwailid.”

Khadijah meninggal setelah mendapatkan kemuliaan yang tidak pernah dimiliki oleh wanita lain, Dia adalah Ummul Mukminin istri Rasulullah yang pertama, wanita pertama yang mernpercayai risalah Rasulullah, dan wanita pertama yang melahirkan putra-putri Rasulullah. Dia merelakan harta benda yang dimilikinya untuk kepentingan jihad di jalan Allah. Dialah orang pertama yang mendapat kabar gembira bahwa dirinya adalah ahli surga. Kenangan terhadap Khadijah senantiasa lekat dalam hati Rasulullah sampai beliau wafat. Semoga rahmat Allah senantiasa menyertai Sayyidah Khadijah binti Khuwailid dan semoga Allah memberinya tempat yang layak di sisi-Nya. Amin.